Jurnalmedia - Seorang pengemudi mobil Ford EcoSport berwarna putih dengan pelat nopol B 1449 BMF, menabrak Dispenser SPBU Pertamina, di Jalan Raya Lenteng, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Mobil yang menabrak dispenser SPBU itu dikemudikan seorang wanita.
Insiden tersebut terjadi pada Senin (24/02/2025). Peristiwa tersebut viral usai diunggah oleh akun TikTok @haris.khebot.
Pengunggah video tersebut mengatakan, pengemudi wanita itu dikabarkan panik dan salah menginjak pedal gas mobil.
"Pengemudi wanita kaget, panik, salah injak pedal rem dan gas, akhirnya menabrak dispenser SPBU di Lenteng Agung. Yang sabar dan tabah ya mbak, ada hikmah dibalik kejadian ini, innalillahi wa inna ilaihi rajiun 🤲🏽," tulis akun @haris.khebot
Tampak pintu sebelah kanan mobil pun mengalami penyok dan kaca spion pun patah. Sedangkan Dispenser SPBU Pertamina, terlihat hancur dan posisinya dalam kondisi miring.
Unggahan video tersebut langsung mendapat perhatian netizen. Namun netizen ramai-ramai justru mengomentari bahwa insiden tersebut lantaran pengemudi wanita diduga emosi karena kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.
Dalam kasus dugaan korupsi ini, tersangka Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan dan enak tersangka lain mengoplos bahan bakar minyak jenis RON 90 atau Pertalite menjadi RON 92 atau Pertamax
"Mba nya kesel karena Pertamax ada oplosan," kata akun @fre***.
"Imbas dari RON 92 ke 90," ucap akun @rah**.
"Kirain marah beli pertamax oplosan," tulis akun @fre***.
"Dia shock pasti liat berita RON 90 di jual 92 😅😅," kata akun @wan***.
"Emosi pasti beli Pertamax ternyata isinya Pertalite😱," ucap akun @amb***.
Kendati demikian ada juga netizen yang merasa kasihan dengan insiden yang menimpa pengemudi wanita tersebut.
“Kasihan juga sih, Udahlah ganti rugi barang orang dan memperbaiki mobil sendiri 🥺, Klu orkay gpp tapi klu duit pas-pasan,” ucap akun @jas***.
“Waduuhhhh...Langganan isi disini , smoga ga kenapa kenapa deh yah,” kata akun @nic***.
“Duh mayan itu harga ganti ruginya😭shrga mobil baru buat lebaran,” ucap akun @93m***.
Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 hingga 2023.
Para tersangka yakni Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW yang merupakan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Merak.
Menurut Kejaksaan Agung RI, para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat yakni kongkalikong dengan memainkan harga untuk kepentingan prbiadinya, sehingga merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar memaparkan cara-cara pelaku dalam perkara ini. Ia mengungkapkan para tersangka yakni Riva Siahaan, SDS dan AP memenangkan DMUT/Broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum
"Lalu tersangka DM dan tersangka GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk dapat memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari tersangka SDS untuk impor minyak mentah dari tersangka Riva Siahaan untuk impor produk kilang," ucap Qohar.
Selanjutnya kata Qohar, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92, padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan.
Pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, lanjut Qohar, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping sehingga negara mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai dengan 15 persen secara melawan hukum sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut
"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Indeks Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," tutur Qohar.
Akibat perbuatan para tersangka dari perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023, mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun.
Kerugian tersebut sumber dari komponen yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun, kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun.
" Dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun," ucap Qohar.
Ketujuh tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (K.3.3.1)