Jurnalmedia.co - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia berlangsung hingga Agustus 2025.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, fase musim kemarau begitu singkat tahun ini dan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah.
Dibanding tahun-tahun sebelumnya, kemarau kali ini diramalkan berlangsung lebih singkat.
Prediksi ini didasarkan pada pemantauan dan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan BMKG hingga pertengahan April 2025.
Selain itu, musim kemarau diprediksi tidak berlangsung secara serempak.
Secara umum, Indonesia memiliki 699 ZOM. Setidaknya ada 115 Zona Musim atau ZOM akan memasuki musim kemarau.
"Jumlah ini akan meningkat pada Mei dan Juni, seiring meluasnya wilayah yang terdampak, termasuk sebagian besar wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua," katanya, dikutip dari laman BMKG, Minggu (13/4/2025).
Sementara itu, fenomena iklim global seperti El Niño-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada dalam fase netral, yang menandakan tidak adanya gangguan iklim besar dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga semester II tahun 2025.
Namun tetap saja, kata Dwikorita, suhu muka laut di wilayah Indonesia cenderung lebih hangat dari normal dan diperkirakan akan bertahan hingga September, yang dapat memengaruhi cuaca lokal di Indonesia.
Puncak musim kemarau diprediksi akan berlangsung mulai Juni hingga Agustus 2025.
Dwikorita menyebut, wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, yakni Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus.
Terkait sifat musim kemarau 2025, sekitar 60 persen wilayah diprediksi mengalami kemarau dengan sifat normal, 26 persen wilayah mengalami kemarau lebih basah dari normal, dan 14 persen wilayah lainnya lebih kering dari biasanya.
"Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat 26 persen wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan," tambahnya.(*)