Jurnalmedia.co - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sudah memberlakukan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 2025 untuk SD, SMP hingga SMA.
Setelah sebelumnya, masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menggunakan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang berlaku efektif pada 2017.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan, pergantian SPMB menjadi PPDB tidak hanya berupa perubahan istilah.
Namun, kebijakan yang ada didalamnya juga turut berubah. Termasuk untuk menghilangkan sistem zonasi yang sudah ramai diterapkan pada masyarakat.
“Namun, kami meyakinkan ini tidak sekadar berganti nama, melainkan memang ada hal baru dalam kebijakan kami. Kami ingin ke luar dari stigma PPDB Zonasi, karena jalur yang digunakan tidak hanya zonasi, tetapi ada empat,” kata Mu’ti dalam Forum Konsultasi Publik di Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025, seperti dikutip dari laman Direktorat Jenderal (Ditjen) Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Lantas, apa itu SPMB 2025?
SPMB 2025 adalah proses penerimaan murid baru dengan jenjang pendidikan SD, SMP, SMA.
Mendikdasmen menguraikan SPMB 2025 terdiri dari empat jalur. Empat jalur yang dimaksud meliputi jalur domisili, jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur mutasi.
Untuk jalur domisili diperuntukan bagi siswa yang memiliki wilayah administratif yang ditetapkan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan.
Jalur afirmasi ini ditujukan bagi calon siswa penyandang disabilitas atau siswa dari keluarga tidak mampu.
Kemudian, jalur prestasi untuk calon siswa yang mempunyai prestasi akademik dan/atau non-akademik, baik melalui kompetisi maupun non-kompetisi. Lalu, jalur mutasi bagi calon murid yang berpindah domisili antar perpindahan tugas orangtua/wali dan anak guru pada satuan pendidikan tempat orang tua mengajar.
Menghilangkan Stigma Zonasi
Menariknya, pihak pemerintah juga ingin menghilangkan stigma zonasi yang beberapa tahun terakhir berkembang di masyarakat.
Staf Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar-Lembaga Kemendikdasmen Biyanto menuturkan, pemerintah berencana mengganti PPDB Zonasi menjadi berbasis domisili.
Sehingga, sambung Biyanto, dengan skema tersebut, potensi manipulasi dokumen kependudukan, seperti kartu keluarga (KK) yang kerap terjadi di tahun-tahun sebelumnya dapat diantisipasi.
Dalam proses zonasi, area tempat tinggal yang tercantum di dokumen kependudukan menjadi penilaian utama satuan pendidikan.
Namun, dengan sistem penerimaan yang baru, seleksi peserta didik dilakukan dengan melihat jarak antara sekolah dengan rumah.
“Memang selama ini semuanya kan, misalnya dimanipulasi tempat tinggal, tiba-tiba ada yang baru masuk masuk KK. Nah, itu kami antisipasi juga,” ucap Biyanto ketika dijumpai di kawasan Jakarta Selatan, Rabu, 22 Januari 2025.
Kuota Jenjang SMP dan SMA
Dari peraturan SPMB, Mendikdasmen mengubah kuota jalur penerimaan untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat.
Untuk SD, tak ada jalur prestasi. Sehingga, kuota jalur penerimaan baru siswa SD, yaitu minimal 70 persen untuk jalur domisili, minimal 15 persen untuk jalur afirmasi, maksimal 5 persen untuk jalur mutasi, dan tidak ada jalur prestasi.
Kemudian, pada jenjang SMP, yaitu dari minimal 50 persen, menjadi minimal 40 persen untuk jalur domisili; dari minimal 15 persen, menjadi 20 persen untuk jalur afirmasi; maksimal 5 persen untuk jalur mutasi; dan dari sisa kuota menjadi minimal 25 persen untuk jalur prestasi.
Berikutnya, pada jenjang SMA, dari minimal 50 persen, menjadi minimal 30 persen untuk jalur domisili; dari minimal 15 persen, menjadi 30 persen untuk jalur afirmasi; maksimal 5 persen untuk jalur mutasi; dan dari sisa kuota menjadi minimal 30 persen untuk jalur prestasi. (*)