Jurnalmedia.co - Tengah viral di media sosial munculnya petisi soal desakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin diganti. Petisi yang dibuat pada 4 Mei 2025 itu, sudah ditandatangani hingga 5.735 orang.
Penandatanganan petisi tersebut sebagai bentuk protes atas kebijakan yang dicanangkan Budi Gunadi.
Melalui situs change.org, publik mengakses dan menandatangani petisinya.
Pengusul pertama kali dalam petisi ini adalah Sekretariat Aliansi Ketahanan Kesehatan Bangsa.
Petisi tersebut memberi tembusan ke Presiden RI Prabowo untuk mengganti Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Pasalnya, selama menjabat, Menteri Kesehatan tersebut dianggap mengeluarkan kebijakan yang tak pro rakyat.
Termasuk soal data ilmiah hingga dianggap mencederai nilai-nilai profesionalisme kesehatan.
Misalnya soal kebijakan sepihak menghentikan pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Beberapa waktu lalu, Budi Gunadi membuat gempar masyarakat dengan pernyataannya terkait PPDS.
Ia membuat pernyataan tidak pantas dan merendahkan profesi kesehatan, mendukung pembukaan fakultas kedokteran tanpa rencana distribusi SDM, kinerja lemah dalam memperbaiki indikator kesehatan nasional, meminta dan mendorong rakyat membeli asuransi swasta serta promosi kebijakan melalui influencer.
Selain kemunculan petisi tersebut, sebelumnya ratusan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) keluarkan pernyataan resmi merespon kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Ada 146 guru besar yang menandatangani pernyataan kekecewaan tersebut.
Guru Besar Tetap Ilmu Penyakit Dalam FKUI Prof DR dokter Iris Rengganis Sp.PD-KAI mengatakan pihaknya merasa prihatin atas kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kemenkes.
Kata dokter Iris, kebijakan tersebut justru berpotensi menurunkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.
"Kami para Guru Besar FKUI bersama dokter dan akademisi kedokteran di seluruh Indonesia, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kemenkes yang berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis, sehingga berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan masyarakat," kata dr Iris dalam konferensi pers di Salemba Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025) lalu.(*)